Senin, 19 Mei 2025

Antara Kasih dan Luka: Telaah Hubungan Toxic dalam Perspekstif Islam.

 Bismillah...

Kutulis kisah ini dengan harapan cinta dan kasih Allah senantiasa tercurah untuk kita semua. Berangkat dari peristiwa yang menyayat hati dan mengguncang emosi yang tertahan, kisah pilu yang di alami oleh sahabatku menjadi cermin bagi kita semua. dengan dukungan suami, kisah ini coba kami kupas melalui sudut pandang psikologi Islam, sebagai ikhtiar memahami, bukan sekedar menyalahkan. Mengapa ini penting? karena kisah serupa kembali viral di media sosial. Mungkin, di antara kita ada yang pernah merasakan luka yang sama. jika tulisan ini menyentuh hatimu, tinggalkan komentar. siapa tahu, suara hatimu bisa menjadi cahaya bagi yang lain.

ANTARA KASIH DAN LUKA: TELAAH HUBUNGAN TOXIC DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Pernah ngak sih, kamu merasa capek banget setelah ngobrol sama seseorang? bukan capek karena lari maraton, tapi capek di hati. kayak habis di cabik-cabik secara halus tanpa teriak, tanpa pukul, tapi rasanya nyesek banget. mungkin... itu bukan sekedar obrolan. Bisa jadi, kamu sedang berada dalam hubungan toxic.

Toxic relationship itu ngak selalu soal pasangan. Bisa sahabat, keluarga, atau bahkan rekan kerja. Tapi yang paling sering bikin luka dalam, ya hubungan yang katanya "cinta" tapi isinya luka.

kita mulai dengan kisah nyata...

Namanya wati. Ibu dari empat anak, wanita yang dulu dipinang dengan janji cinta dan pelukan doa. tapi semuanya berubah ketika suaminya mulai dekat dengan teman perempuan lain, mengatasnamakan teman tapi mesra. Komunikasi jadi hambar, pertengkaran tak berujung, pulang makin larut, dan tatapan suami tidak lagi hangat seperti dulu, kekecewaan terbesar adalah anak anak terluka.

Saat Wati mulai menyampaikan keluh kesah, berharap didengar, yang ia terima justru bentakan. Ucapan kasar jadi sarapan pagi, sikap dingin jadi selimut malam. Anak- anak menangis menyaksikan menyaksikan ibunya di perlakukan seperti musuh di rumah sendiri, tapi wati masih mencoba bertahan. Demi anak dan demi janji suci yang pernah terucap.

Padahal, dalam Islam cinta membawa ketenangan. Dalam Surat Ar-Rum ayat 21 Allah berfirman: " Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya."

 Tenteram. Bukan tertekan. Cinta yang sehat itu harusnya jadi pelindung, bukan penyebab dan pemicu cemas. tapi kenapa banyak dari kita yang bertahan dalam hubungan yang justru bikin hancur pelan-pelan?

Kadang kita bingung bedain mana sabar, dan mana bodoh. mana luka, mana cinta. Kita terlalu banyak khawatir keluar dari hubungan yang ngak sehat, takut gagal dan takut sendiri, atau merasa ngak layak di cintai kalau bukan dengan dia. Tapi sayang, Islam tidak mengajarkan kita untuk terus-menerus bertahan dalam kezaliman. Rasulullah juga berpesan: " Seorang Muslim adalah orang yang tidak menyakiti Muslim lainnya dengan lisan dan tanganya." ( HR. Bukhari).

kalau kamu disakiti terus-menurus secara fisik, ucapan, bahkan perlakuan diam yang menyiksa- itu bukan cinta. itu kezaliman. Dan Islam sangat menentang kezaliman, termasuk terhadap diri sendiri. Keluar dari hubungan toxic itu bukan berarti ngak sabar. itu justru bentuk ikhtiar untuk menyelamatkan dirimu. Karena Allah nggak akan pernah ridha melihat hamba-Nya terus-menerus tersiksa.

Cinta dalam Islam itu waddah, rahmah dan sakinah. Ada cinta, ada kasih, dan ada ketenangan. kalau yang di rasakan adalah takut, lelah dan ngak jadi diri sendiri, itu pertanda kuat untuk mulai mengevaluasi. Ingat, menjaga diri juga bagian dari ibadah. Meninggalkan yang menyakitimu bukan dosa. Kadang, itu justru pintu hijrah terbaik menuju hidup yang lebih tenang dan penuh keberkahan.

Toxic relationship. hubungan yang bukannya bikin bahagia malah bikin stres, cemas, merasa gak berharga, bahkan kehilangan jati diri. Bisa terjadi antara pasangan, teman, bahkan keluarga. Tapi, tahu ngak? kalau jauh sebelum istilah "Toxic relationship" muncul, para ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina dan Al-Ghazali sudah membahas hal-hal serupa- tentunya dengan istilah dan pendekatan yang khaz zaman mereka.

Ibnu Sina: Gunakan Akalmu untuk Selamatkan Jiwamu.

Ibnu Sina, seorang filsuf dan dokter Muslim abad ke-10, membahas tentang jiwa manusia dalam bukunya Kitab al-Nafs. Menurut beliau, jiwa kita terdiri dari beberapa bagian: yang mengatur emosi, akal dan kebutuhan fisik. Nah, kalau seseorang terus-menerus hidup dalam tekanan emosional- dimarahi, dikontrol, atau diremehkan ini bisa merusak keseimbangan jiwa kita. Ibun Sina percaya bahwa akal harus digunakan untuk melindungi diri. Artinya kita berhak dan wajib menjauh dari hal-hal yang bikin kita kehilangan kendali stress, atau sakit hati yang berlarut-larut. Kalau kamu merasa tersiksa dalam hubungan ini, Ibnu Sina seakan berkata: "Gunakan akalmu, Jiwa kamu terlalu berharga untuk terus disakiti".

Al Ghazali: Hubungan Sehat itu Menguatkan Hati, Bukan Merusaknya.

Al Ghazali adalah ulama dan ahli tasawuf abad ke-11 yang banyak bicara soal hati. Jiwa dan akhlak. Menurut beliau, hati manusia itu seperti cermin. Kalau terus-menerus terkena debu seperti amarah, iri, dengki, dan dendam maka hati jadi buram dan jauh dari ketenangan. Hubungan yang Toxic adalah salah satu penyebab debu-debu itu menumpuk kalau kita terus berada di lingkungan yang membuat kita marah, sedih, atau rendah diri, maka hati kita akan lelah dan rusak imam Al Ghazali menyarankan agar kita untuk melakukan Muhasabah (introspeksi), menjaga pergaulan dan mencari lingkungan yang mendekatkan diri kepada kebaikan dalam kata lain imam Al Ghazali bilang: kalau hubunganmu menjauhkanmu dari ketenangan dan Tuhanmu itu tanda ada yang harus diperbaiki dan ditinggalkan. 

Jadi apa yang bisa kita lakukan?

1. Kenali tanda-tanda hubungan Toxic 

2. Gunakan akan akal sehat seperti nasehat Ibnu Sina.

3. Rawat hatimu dan jiwamu seperti yang diajarkan imam Al Ghazali 

Beranilah mengambil keputusan dalam artian keluar dari hubungan Toxic bukan berarti kamu menyerah tapi justru bentuk menyayangi diri sendiri. Kamu Berhak Bahagia kadang kita bertahan karena takut sendirian, dianggap egois, atau merasa sudah terlalu jauh berjalan. Tapi percayalah jiwa dan hati kamu jauh lebih penting dari semua itu. Ibu Ibnu Sina dan Al-Ghazali dengan gaya masing-masing mengajarkan bahwa menjaga kesehatan jiwa adalah bagian dari ibadah dan bentuk syukur pada Allah kamu Berhak Bahagia, damai, dan Utuh. Jangan biarkan siapapun Bahkan yang kamu cintai merusak itu.

Akhir kata: Sayangi Dirimu, Karena kamu Berharga.


salam, 

Fadhlina H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Antara Kasih dan Luka: Telaah Hubungan Toxic dalam Perspekstif Islam.

 Bismillah... Kutulis kisah ini dengan harapan cinta dan kasih Allah senantiasa tercurah untuk kita semua. Berangkat dari peristiwa yang men...