Kamis, 01 Mei 2025

Ketika Kompas Hidup Hilang: Refleksi Psikologi Islam dari Buku Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?

"Ketika ruang ayah kosong, berdamailah dengan diri bahwa ruang Tuhan tak pernah hampa."


Ketika Kompas Hidup Hilang: Refleksi Psikologi Islam dari Buku Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?

Apa jadinya hidup tanpa arahan seorang ayah? Buku Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya? karya Khoirul Trian menyajikan kisah penuh emosi tentang kehilangan figur ayah yang menjadi kompas hidup seorang anak. Dengan gaya naratif yang puitis, buku ini menyentuh jiwa banyak pembaca, terutama mereka yang merasakan kekosongan figur ayah (fatherless). Dalam perspektif psikologi Islam, kehilangan ayah bukan akhir dari segalanya. Justru itu adalah awal pencarian makna hidup dan koneksi spiritual yang lebih dalam.

Ayah sebagai Kompas dan Qawwam dalam Kehidupan

Sosok ayah dalam Islam memiliki posisi penting sebagai qawwam (pemimpin) keluarga. Allah SWT berfirman:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. An-Nisa: 34)

Dalam buku ini, ketika sang ayah tiada, tokoh utama merasa kehilangan arah. Hal ini sejalan dengan konsep dalam psikologi Islam bahwa peran ayah sangat berpengaruh terhadap kestabilan emosi dan perkembangan karakter anak. Ayah bukan sekadar pencari nafkah, tapi juga simbol kestabilan, keberanian, dan pedoman nilai.

Luka Batin dan Terapi Spiritual

Rasa kehilangan yang mendalam dalam buku ini merupakan bentuk dari grief process, atau proses berduka. Dalam Islam, kesedihan tidak diabaikan. Rasulullah SAW sendiri menangis saat kehilangan anak dan sahabat-sahabatnya. Namun, Islam mengajarkan bahwa setiap luka adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

"Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)

Tokoh utama dalam buku ini digambarkan larut dalam kesedihan, namun perlahan menemukan cara untuk berdamai dengan kehilangan tersebut—sebuah cerminan dari terapi spiritual yang disebut sabr dan tawakkal dalam psikologi Islam.

Menerima Qadar dan Melanjutkan Hidup

Bagian paling menggetarkan dari buku ini adalah proses penerimaan. Tokoh utama mulai memahami bahwa kehilangan sang ayah tidak menghentikan hidupnya, justru memperkuatnya. Ia menemukan arah baru dari dalam dirinya.

Dalam psikologi Islam, tahap ini dikenal dengan maqam ridha—derajat di mana seseorang menerima takdir Allah dengan hati lapang. Inilah puncak penyembuhan jiwa.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Buku ini mengajarkan bahwa arah terbaik dalam hidup bukan yang kita rancang sendiri, tetapi yang Allah tunjukkan lewat jalan kehilangan dan ujian.


Buku Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya? adalah refleksi yang kuat tentang kehilangan dan pencarian arah hidup. Dalam terang psikologi Islam, kehilangan figur ayah bisa menjadi momen kembali kepada Allah sebagai Al-Hadi (Sang Penunjuk Jalan). Saat kompas hidup duniawi hilang, iman menjadi kompas hakiki.

"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 6)

Semoga buku ini menjadi pengingat bahwa kehilangan bisa menjadi pintu menuju kekuatan, dan bahwa dalam setiap kehilangan, Allah menanamkan peluang untuk menemukan jati diri yang lebih sejati.


Salam Jumat Berkah


Fadhlina H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Antara Kasih dan Luka: Telaah Hubungan Toxic dalam Perspekstif Islam.

 Bismillah... Kutulis kisah ini dengan harapan cinta dan kasih Allah senantiasa tercurah untuk kita semua. Berangkat dari peristiwa yang men...